Jumat, 27 Juli 2007

Bambu Talk Jakarta: Bambu dan Musik Dunia

Mendekati perhelatan Festival Musik Bambu Nusantara (FMBN), 18-19 Agustus mendatang di Jakarta International Expo, seminar dan workshop bertemakan bambu pun digelar. Setelah Bambu Talk dilaksankan di tiga kota sebelumnya, yaitu Bali, Solo, dan bandung, hari ini (27/07) di Jakarta. Saat berita ini diturunkan, Bambu Talk tengah digelar di Galeri nasional, Jl. Merdeka Timur No.14, Jakarta dari pkl. 2 siang tadi.
Bambu Talk kali ini bertemakan "Bambu dan Musik Dunia, menghadirkan pembicara diantaranya: Sapta Nirwandar selaku Sekjen Depbudpar, Composer sekaligus Music Director Festival Musik Bambu Nusantara, Dwiki harmawan, Pendiri Masyarakat Musik Angklung (MMA) Obby A.R. Wiramihardja, Creative Director FMBN , wawan Juanda dan Workshop Kids & Toys bersama Zaini Alif.
Seperti halnya Bambu Talk di kota-kota sebelumnya, diharapkan Bambu Talk hari ini di jakarta bisa memberikan kontribusi yang nyata dalam perkembangan dunia musik tanah air, khususnya musik bambu.

Selasa, 17 Juli 2007

Perlu Panggung untuk Musisi Tradisional

Laporan Wartawan Kompas Ayu Sulistyowati
SANUR, KOMPAS - Musisi tradisional dinilai kurang mendapat
perhatian pemerintah. Karenanya, perlu ada ruang panggung
untuk musisi tradisional tampil menasional hingga internasional.
"Kami bukannya diam dan hanya bermain ketika ada upacara
agama. Kami pemusik di Bali juga banyak yang mengembangkan
dengan kolaborasi musik modern. Kami hanya kurang perhatian
dan ruang tampil," kata pemusik dan pemerhati senior Jegog
Bali Ketut Suandra atau biasa dipanggil Pekak(kakek-Red)
Jegog, di diskusi bambu untuk Festival Bambu Nusantara, di
Lapau Sanur, Bali, Senin (16/7) petang.
Diskusi dihadiri oleh Dwiki Dharmawan, Belawan dan belasan
musisi lokal.

Festival Musik Bambu dan Pawai Budaya Nusantara Akan Semarakkan HUT ke-62 RI

Festival Musik Bambu dan Pawai Budaya Nusantara akan menyemarakkan acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-62 Kemerdekaan RI yang dipusatkan di seputar Istana Merdeka Jakarta.

Sementara itu untuk menggelorakan semangat masyarakat akan digelar panggung merdeka di Gelora Senayan Jakarta dengan acara utama pemutaran 62 film layar tancap. Kegiatan Festival 62 Film Layar Tancap ini direncanakan selama dua hari pada 18-19 Agustus 2007.
Menurut Sekjen Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Sapta Nirwandar, selaku Ketua III Bidang Seni Budaya dalam Panitia Nasional Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan ke-62 RI, Pawai Budaya Nusantara tahun ini akan mengangkat tema ‘Eksotika Indonesia’ di mana akan ditampilkan seni tari, musik serta atraksi kolaborasi seni-budaya dalam sebuah pawai akbar. Acara pawai ini dimeriahkan dengan lima kendaraan mobil hias yang akan menampilkan potensi unggulan pariwisata daerah dalam unggulan destinasi pariwisata tahun 2007 yakni Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Menurut rencana pemberangkatan Pawai Budaya Nusantara ini akan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan ditandai pembunyian alat musik. Presiden akan didampingi Wakil Presiden M.Jusuf Kalla serta Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik, Menteri Dalam Negeri serta Gubernur DKI Jakarta.

Pawai Budaya Nusantara yang akan dilaksanakan pada 19 Agustus 2007 dari depan panggung kehormatan halaman depan Istana Merdeka (Jalan Merdeka Utara) menuju Jalan Medan Merdeka Barat dan berakhir di kawasan Monas. Diharapkan masyarakat berbondong-bondong menyaksikan pawai budaya yang eksotik tersebut, di mana akan tampil kelompok musik bambu dari Tahuna-Sangihe (Sulawesi Utara) serta angklung caruk Banyuwangi Jawa Timur yang masing-masing beranggotakan 25 orang. Angklung caruk berirama kompak dan meriah menjadi ciri khas pesisir Jawa Timuran, sedangkan musik bambu Tahuna Sangihe berirama kompak dan unik.

Dalam Pawai Budaya Nusantara itu juga ditampilkan iring-iringan perwakilan dari provinsi yang menampilkan busana adat, tarian rakyat, serta musik khas. Selain tu juga dimeriahkan sanggar seni, kolaborasi, marching band, serta Ikatan Pencak Silat Indonesia.
Festival Musik Bambu

Seperti pada acara HUT Kemerdekaan RI pada tahun sebelumnya, sejumlah acara telah dipersiapkan di antaranya aubade dan orkestra Gita Bahana Nusantara yang akan ditampilkan dalam pergelaran pada Sidang Paripurna DPR/MPR di gedung DPR/MPR Senayan pada 16 Agustus serta pergelaran pada acara puncak peringatan HUT ke-62 RI di Istana Merdeka Jakarta pada 17 Agustus 2007.

Selain itu akan diadakan kegiatan Parade Tari Nusantara yang dijadwalkan akan berlangsung di Sasono Langgeng Budoyo TMII Jakarta pada 4 Agustus 2007. Sedangkan untuk kegiatan acara lomba lukis dan cipta puisi anak-anak tingkat nasional akan digelar pada 12 Agustus. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama Depbudpar dengan Departemen Pendidikan Nasional.Di antara serangkaian acara yang akan digelar tersebut yang tidak kalah menariknya adalah Festival Musik Bambu Nusantara. Festival yang menurut rencana akan digelar di Jakarta International Expo (JI-Expo) Kemayoran Jakarta Pusat pada 18-19 Agustus 2007 itu akan meliputi World Music Performances, Seruling Nusantara, Indigenous Spot; Bambu Talks (Seminar dan workshop), display bambu, kerajinan dan kuliner dari bambu, kontes foto dan permainan. Pihak panitia telah merancang Festival Musik Bambu Nusantara ini sebagai bagian dari sirkuit World Music Festival. (worldmusicindonesia.com)

Bambu talks Bali - road to Festival Musik Bambu Nusantara

Dikirim oleh Arief Budiman

Tergugah dengan fakta bahwa lebih dari 10 persen bambu dunia berada di Indonesia dan bambu merupakan bagian kultur rakyat Indonesia, Departemen Pariwisata Budaya menyelenggarakan Festival Musik Bambu untuk memperingati ulang tahun Kemerdekaan RI ke-62. Bambu yang juga dalam penelitian di Indonesia memiliki 1000 lebih ragam guna ini adalah potensi besar untuk dieksplorasi sebagai komoditi dan kegunaan kreatif lainnya.
Festival yang menurut rencana akan digelar di Jakarta International Expo (JI-Expo) Kemayoran Jakarta Pusat pada 18-19 Agustus 2007 itu akan meliputi World Music Performances, Seruling Nusantara, Indigenous Spot; Bambu Talks (Seminar dan workshop), display bambu, kerajinan dan kuliner dari bambu, kontes foto dan permainan. Pihak panitia telah merancang Festival Musik Bambu Nusantara ini sebagai bagian dari sirkuit World Music Festival.
Sebagai bagian dari festival tersebut akan diselenggarakan “Bambu Talks-Road to Bambu Nusantara” berupa seminar dan workshop di Denpasar, Solo Jakarta dan Bandung dengan topik yang berbeda sesuai dengan potensi dari daerah tersebut.
Panitia penyelenggara mengundang jurnalis, budayawan, seniman dan peminat seni untuk menghadiri “Bambu Talks-Road to Bambu Nusantara Bali” pada Senin 16 Juli 2007 pukul 16.00-18.30 Wita. Kegiatan ini berupa diskusi dan workshop yang akan ditutup dengan makan malam dengan menu aneka kuliner nusantara dengan berbahan dasar dan menggunakan unsur bambu. Nara sumber diskusi antara lain Nyoman Winda (Seniman Jegog), Wayan Balawan (Seniman musik), Gugun (Bambu Chillout), dan Linda Garland (pemerhati bambu). Tempat di Warung Lapau, Jalan By Pass Ngurah Rai Sanur (Sebelah Vaya Tour) Telpon 0361-7800055
Peserta yang berminat mengikuti acara ini tidak dikenakan biaya namun diminta untuk mengkonfirmasikan kehadirannya melalui email: ayip@matamera.com atau sms ke 081 7979 2323. [+++] (balebengong.net)

Sabtu, 14 Juli 2007

Bambu talks Bali-road to Festival Musik Bambu Nusantara

Tergugah dengan fakta bahwa lebih dari 10 persen bambu dunia berada di Indonesia dan bambu merupakan bagian kultur rakyat Indonesia, Departemen Pariwisata Budaya menyelenggarakan Festival Musik Bambu untuk memperingati ulang tahun Kemerdekaan RI ke-62. Bambu yang juga dalam penelitian di Indonesia memiliki 1000 lebih ragam guna ini adalah potensi besar untuk dieksplorasi sebagai komoditi dan kegunaan kreatif lainnya.
Festival yang menurut rencana akan digelar di Jakarta International Expo (JI-Expo) Kemayoran Jakarta Pusat pada 18-19 Agustus 2007 itu akan meliputi World Music Performances, Seruling Nusantara, Indigenous Spot; Bambu Talks (Seminar dan workshop), display bambu, kerajinan dan kuliner dari bambu, kontes foto dan permainan. Pihak panitia telah merancang Festival Musik Bambu Nusantara ini sebagai bagian dari sirkuit World Music Festival.
Sebagai bagian dari festival tersebut akan diselenggarakan “Bambu Talks-Road to Bambu Nusantara” berupa seminar dan workshop di Denpasar, Solo Jakarta dan Bandung dengan topik yang berbeda sesuai dengan potensi dari daerah tersebut.
Panitia penyelenggara mengundang jurnalis, budayawan, seniman dan peminat seni untuk menghadiri “Bambu Talks-Road to Bambu Nusantara Bali” pada Senin 16 Juli 2007 pukul 16.00-18.30 Wita. Kegiatan ini berupa diskusi dan workshop yang akan ditutup dengan makan malam dengan menu aneka kuliner nusantara dengan berbahan dasar dan menggunakan unsur bambu. Nara sumber diskusi antara lain Nyoman Winda (Seniman Jegog), Wayan Balawan (Seniman musik), Gugun (Bambu Chillout), dan Linda Garland (pemerhati bambu). Tempat di Warung Lapau, Jalan By Pass Ngurah Rai Sanur (Sebelah Vaya Tour) Telpon 0361-7800055
Peserta yang berminat mengikuti acara ini tidak dikenakan biaya namun diminta untuk mengkonfirmasikan kehadirannya melalui email: ayip@matamera.com atau sms ke 081 7979 2323. [+++]Dikirim oleh Arief Budiman

Selasa, 10 Juli 2007

Perjalanan menuju perhelatan Festival Musik Bambu Nusantara kian dekat. Sebelumnya, tim kreatif sedang mempersiapkan Road to Bambu Nusantara di bulan Juli ini, yaitu berupa seminar tentang musik bambu yang dikemas dalam Bambu Talk. Bambu Talk di adakan dibeberapa wilayah di Indonesia yang memiliki seni musik bambu yaitu Bali, Solo, Bandung, dan Jakarta. Puncak Bambu Talk akan dilaksanakan di Jakarta International Expo, tanggal 18 Agustus 2007.
Beberapa musisi pun akan ikut menjadi pembicara dalam Bambu Talk. Dengan tema yang diusung disesuaikan dengan keberadaan musik bambu di daerah dikaitkan dengan perkembangannya dewasa ini di masyarakat. Diharapkan, penyelenggaraan Bambu Talk ini sebagai upaya pengangkatan ruang-ruang wacana musik bambu agar nantinya dapat terimplementasi lebih mendalam dalam ruang-ruang musik tradisional di masyarakat.


Road to Bambu Talk


Bali, 16 Juli 2007
Theme:
"Bali dan Musik Bambu"
Speaker :
I NYoman Winda (Jegog)
Wayan Balawan (Rindik)
Gugun (Bambu Chillout)
Linda Garland (Bambu Foundation)


Solo, 18 Juli 2007
Theme:
Eksplorasi Musik Bambu Pesisir Jawa Timur dan Banyumas"
Speaker :
Wayan Sadra
Rahayu Supanggah


Bandung, 20 Juli 2007
"Angklung dan Masa Depan Musik Bambu Indonesia"
Speaker:
Saung Angklung Udjo
Angklung SMU 3
KABUMI UPI

Jakarta, 24 Juli 2007
Theme :
"Bambu dan Musik Dunia"
Speaker :
Dwiki Darmawan
Kompyang Raka
Sapta Nirwana

Minggu, 08 Juli 2007

AWI PICTURE: REHEARSAL OF JOINT BANDUNG ANGKLUNG TEAM FOR FESTIVAL MUSIK BAMBU NUSANTARA'S CONCERT

Written by Administrator AWI
Sunday, 17 June 2007
As the preparation of Bandung’s joint angklung team for the performance in the concert in Festival Musik Bambu Nusantara held in Jakarta, August 18th 2007, Masyarakat Musik Angklung (Angklung Music Society) or MMA, the coordinator of Bandung’s Angklung Team, organized the first joint rehearsal in the auditorium of SMA Negeri 1 Bandung on May 27th 2007. This joint rehearsal involved 180 angklung players from 6 prominent teams which were divided into three groups, i.e. Group A (Gentra Seba STBA Bandung and SMA Negeri 1 Bandung), Group B (KABUMI UPI and SMA Negeri 2 Bandung), and Group C (KPA SMA Negeri 3 Bandung and Kasepuh SMA Negeri 10 Bandung).
The teams had been chosen by MMA based on their achievements, particularly the SMA teams in the last two angklung competition, FPA ITB 2005 and LMAP UPI 2006.
The joint rehearsal was led by the chairperson of MMA Obby A।R. Wiramihardja, three songs played together by all teams, i.e. Satu Nusa Satu Bangsa and Mars Angklung (arr. by Daeng Soetigna), Andaikan Kau Datang (arr. by Aan Handoyo), and three different group songs, i.e. Pizzicatti Polka (arr. by Eddy Permadi) played by Group A, Kenangan Terindah (arr. Aan Handoyo) played by Group B, and Santorini (arr. Budi Supardiman AWI) played by Group C.The rehearsal was also attended by representative of the Sub Department of Culture, Art, and Film of the Ministry of Culture and Tourism of Republic of Indonesia, i.e. the Director of Art Mr. Surya Yoga (who also gave his instructions), as well as Eddy Irawan and Wawan Djuanda, the art directors of Festival Musik Bambu Nusantara.

WORLD MUSIC TIME

Industri musik takkan pernah mati. Bahkan, apresiasi masyarakat dunia terhadap musik pun kian tinggi, termasuk di Indonesia. Berbagai jenis aliran musik mewarnai perkembangan dunia musik tanah air. Seperti halnya musik pop, rock, dangdut, genre world music pun mulai mendapat perhatian masyarakat. Apa itu world music? Mungkin saja belum ada definisi yang tepat mengenai world music, pendeknya, world music adalah musik etnik yang dieksplor dengan musik modern, bisa juga penggabungan antara musik etnik dan modern. Di timur, basis kerja eksplorasinya ada di India, Pakistan, Jepang, Tibet, Cina dan Indonesia, sedangkan di luar Asia, motornya ada di Afrika.Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Indonesia memiliki begitu banyak ragam kekayaan budaya berikut adat istiadatnya. Terbayangkan berapa banyak musik etnik yang dapat terlahir dari keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Ironisnya, di tengah kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia, penggarapan dan penghargaan terhadap musik etnik masih terbilang langka. Padahal, potensi world music Indonesia cukup besar untuk memperkenalkan khasanah budaya Indonesia di dunia internasional. Banyak musisi-musisi world music Indonesia yang telah diakui secara internasional. Namun sayangnya masyarakat Indonesia sendiri kurang memiliki apresiasi terahadap keberadaan mereka.Untuk itu, “Bambu Nusantara : World Music Festival “ hadir untuk mempopulerkan world music di telinga masyarakat. Sejumlah musisi world music akan turut meramaikan seperti Krakatau Discus, Sonoseni ensemble, dan Balawan.

Bermain musik dengan Bambu

Musik adalah bahasa universal. Siapapun, di manapun bisa menikmati musik tanpa ada batasan wilayah, ras, bangsa, dan agama. Walaupun kehadiran beragam jenis musik itu mungkin saja sebagai bentuk pengungkapan identitas sebuah negara, ras, etnis , bahkan agama tertentu. Begitu pula dengan musik tradisional Indonesia. Tak harus orang Indonesia yang menikmati, karena siapa yang menyangka ketika telinga orang Indonesia sendiri belum mendengarkan, musik etnik Indonesia sudah menembus mancanegara.Alat musik tradisional pun memiliki banyak ragam misalnya alat musik petik seperti kecapi, sasando, banjo, ukulele, mandolin, gambus; alat musik gesek seperti rebab; alat musik tiup seperti seruling, dan alat musik pukul seperti tamborin, tanjidor, rebana dan gamelan.Musik bambu salah satu bagian dari musik tradisional Indonesia. Kenapa dikatakan musik bambu? Alasan mendasar, mungkin karena berbahan dasar tanaman bambu. Sepertinya, hampir seluruh etnis yang ada di Indonesia memiliki musik tradisional berbahan dasar bambu. Tapi tentu saja memiliki perbedaan dari segi bentuk, cara memainkan, ritme, hingga makna filosofis. Sebutlah angklung, musik tradisional asal tanah parahyangan, yang dibunyikan dengan digoyangkan. Berbeda halnya dengan angklung, musik asal minahasa bambu melulu, dimainkan dengan cara ditiup diiringi suara tambur. Jegog, yang berasal dari Jembrana, Bali, dimainkan dengan cara dipukul.Musik bambu yang mengalami perkembangan wajar di seluruh Indonesia adalah suling. Hampir setiap suku bangsa di Indonesia mengenal dan memiliki suling dengan bentuk dan jenis berbeda. Contohnya di Sunda terdapat semacam suling yang disebut Surilit, Taleot, Hatong, Hatong Renteng, Hatong Sekaran, Elet, Calintu dan Bangsing. Di Sumatera Barat ada Saluang, di Nusa Tenggara Timur ada Suling Dewa, di Irian Jaya ada terompet bambu, di Sulawesi ada Kedire, dll.Terlepas dari setiap perbedaan yang ada mengenai musik bambu, baik itu digoyang, ditiup, maupun dipukul, sepertinya menjadi pe-er bagi rakyat Indonesia untuk melestarikannya. Menjadikan musik Indonesia sebagai bahasa universal yang bisa menggali kembali jiwa nasionalisme, tanpa melihat di tanah mana kaki berpijak. (dari berbagai sumber)

Angklung

Angklung adalah alat musik tradisional, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.Dalam rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut angklung dan calung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Purwa rupa alat musik angklung dan calung mirip sama; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masih memeluk agama Hindu dan pada masa kerajaan Padjadjaran saat itu angklung di gunakan sebagai tanda waktu sembahyang dan pada masa jaman kerajaan Padjadjaran, kemudian di gunakan oleh kerajaan Padjadjaran sebagai instrument musik pada korps musik saat perang Bubat.Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung dan calung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguanhama maupun bencana alam lainnya.Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung dan calung. Perkembangan selanjutnya dalam permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan=aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk.Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung dan calung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya. (sumber:www.wikipedia.co.id)

Angklung diklaim milik Malaysia?

Saung Angklung Udjo mengingatkan kembali pemerintah Indonesia segera mengajukan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) seni musik angklung pemerintah Forum Intelektual World Trade Organization (WTO). Pasalnya, Malaysia sudah bersiap ke mendaftarkan pembuatan alat musik tradisional Indonesia ini ke forum yang sama untuk memperoleh paten.Menuru General Manager Divisi Pengembangan Saung Angklung Udjo, Satria Yanuar Akbar Saung Angklung Udjo sudah menyampaikan permintaan kepada Pemerintah Indonesia agar segera mendaftarkan hak paten angklung sejak 1,5 tahun lalu. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya. Walhasil, saat ini pihaknya baru melakukan registrasi produknya. “Karena yang berwenang melakukan hak paten pendaftaran angklungnya hanya pemerintah. Angklung kan aset budaya Indonesia,” tambahnya.Satria mengungkapkan, Malaysia saat ini sedang gencar-gencarnya mempromosikan alat musik angklung kepada wisatawan sebagai alat musik tradisional mereka. “Malaysia menyebut angklung sebagai bambu malay. Kalau klaim Malaysia atas angklung berhasil, ini kegagalan bagi kita,” tegas Satria kepada wartawan di Bandung (11/6).Bila hal itu terjadi, kata dia, di masa datang wisatawan asing tidak lagi percaya bahwa angklung adalah asli dari Indonesia. Sebuah kebanggaan bangsa yang selama ini cukup dikenal di dunia internasional akan hilang. Saung Angklung Udjo di Bandung pun mau tidak mau harus ditutup. “Bahkan, bisa saja Malaysia melakukan somasi kepada Indonesia agar tidak lagi mengakui angklung sebagai alat musik tradisional kita,” ujarnya.Satria menyadari, sekalipun dunia sudah mengakui angklung adalah seni tradisional asal Indonesia, tapi secara legal belum jelas. Jika paten angklung diraih Malaysia, seniman angklung Indonesia harus membayar royalti ke Malaysia. “Mereka serius untuk menggarap bambu malay. Semua sekolah dasar diajarkan keterampilan memainkan bambu malay.”Dia melanjutkan, berdasarkan data sejarah, alat musik angklung sudah ada di daerah Jasinga, Jabar, sejak 400 tahun lalu. Saat itu, alat musik ini dikenal dengan istilah angklung bubrak. Untuk menyelamatkan kelanjutan angklung sebagai sebuah kebanggaan bangsa, Saung Angklung Udjo dan Universitas Padjadjaran Bandung saat ini terus mengumpulkan berbagai data. Hasilnya, akan dijadikan bukti bahwa angklung memang berasal dari Indonesia, tepatnya Tatar Sunda. Satria berharap Pemerintah Indonesia kali ini benar-benar tanggap.